Kamis, 05 Desember 2013

*oleh : @dudi_economic




Jika kita terbangun di pagi hari, ingin rasanya melihat negeri indonesia sudah dalam keadaan yang maju, makmur dan sejahtera. Petani bisa menikmati hasil garapannya, buruh bisa sejahtera dengan keringat nya, nelayan bahagia dengan hasil tangkapannya, anak-anak bisa bersekolah tinggi menggapai cita-citanya. Mengikuti apa yang kata guru SD-nya katakana kepada si anak ; “Anak-anak, gantunglah cita-citamu setinggi langit..”, Namun kenyataan dilapangan tidak lah demikian.

Guru SD saya pernah mengatakan : “Negara Indonesia sebenarnya adalah negara yang kaya-raya, sumber daya alam nya melimpah ruah. Hanya saja kita tidak memiliki Sumber Daya Manusia yang tidak memadai, sehingga kita tidak bisa mengurusi sumber daya alam kita!”.
Dan beberapa bulan yang lalu ketika saya sedang ada kelas mata kuliah Ekonomi Sumber Daya, dosen saya berbicara tentang kondisi bangsa Indonesia. Perkataannya kurang lebih sama. Persis dengan apa yang dikatakan guru SD saya, “Negara Indonesia sebenarnya adalah negara yang kaya-raya, sumber daya alam nya melimpah ruah. Hanya saja kita tidak memiliki Sumber Daya Manusia yang tidak memadai, sehingga kita tidak bisa mengurusi sumber daya alam kita!”

Gila..! Kemana aja kita? 10 tahun lebih masalah Indonesia sama, kita melewatkan waktu begitu saja tanpa ada perubahan dan perkembangan pembangunan yang berarti. Bahkan besar kemungkinan kita dalam keadaan yang merugi, dimana hari ini sama dengan hari kemarin atau bahkan lebih buruk lagi, celaka.


Potret Pembangunan Manusia Indonesia

Masalah besar bangsa ini memang sangat pelik, yang kita soroti adalah permasalahan stagnasi pembangunan, dimana perkembangan pembangunan Indonesia masih di situ-situ saja.
Kalau kita menilik dari angka Human’s Development Indeks (HDI) Indonesia saja, indonesia dibanding dengan negara-negara lain masih sangat rendah.

Pada tahun 2011 Indonesia menempati urutan ke 124 dari 187 negara yang disurvei, dengan skor 0,617. Peringkat ini turun dari peringkat 108 pada tahun 2010. Di kawasan ASEAN, Indonesia hanya unggul dari Vietnam yang memiliki nilai IPM 0,593, Laos dengan nilai IPM 0,524, Kamboja dengan nilai IPM 0,523, dan Myanmar dengan nilai IPM 0,483. Indonesia juga masih jauh dari Singapura dengan nilai 0,866. Kemudian disusul Brunei dengan nilai IPM 0,838, disusul Malaysia (0,761), Thailand (0,682,) dan Filipina (0,644). [1]


Fenomena Disparitas (Kesenjangan) Pembangunan Indonesia

Selain indeks pembangunan manusia nya, stagnasi pembangunan di Indonesia tentunya bisa kita lihat dari angka disparitas (kesenjangan) pembangunan di indonesia. Disparitas pembangunan antar wilayah masih merupakan masalah yang dihadapi bangsa Indonesia. Indikator masih tingginya kesenjangan antar daerah dicerminkan ke dalam empat masalah yaitu :
  1. Disparitas penyebaran penduduk dan ketenagakerjaan, Kita masih melihat fenomena di Indonesia peta persebaran penduduk masih hanya terpusat di pulau jawa, dengan jawa barat sebagai propinsi terpadat se-indonesia. begitu pula permasalahan ketanaga kerjaan,
  2. Disparitas tingkat kesejahteraan sosial ekonomi, dengan masih rendahnya peningkatan akses pendidikan, melek huruf, dan partisipasi sekolah yang terlihat dari rendahnya Indeks Pembangunan Manusia di seluruh wilayah Indonesia.
  3. Disparitas pertumbuhan ekonomi antar daerah, Bagaiman perekonomian hanya menggeliat di kota-kota besar. Suplay dana dari pemerintah yang hanya prioritaskan kepada kota besar akibatkan perekonomian daerah lemah. Sehingga investor pun tidak berminat tanamkan modalnya di daerah.
  4. Disparitas prasarana antar daerah yang sangat tinggi. Kita sudah mafhum tentunya fasilitas sarana dan pra sarana yang ada di Indonesia masih terjadi ketimpangan antar daerah. Fasilitas yang ada di kota-kota besar perbedaan nya sangat jauh dengan fasilitas yang ada daerah atau kota-kota di luar pulau jawa. Ini adalah ketidakadilan bagi rakyat Indonesia yang hidup jauh dari pusaran kekuasaan
Masalah disparitas ini tidak bisa dijadikan masalah yang sepele, masyarakat yang jauh dengan pusaran uang dan pembangunan, dimana mereka melihat perilaku manusia – manusia yang sangat dekat dengan pusaran kekuasaan dan uang begitu berfoya-foya dan mempercontohkan pola kehidupan yang glamor atau yang lebih mengerikkan adalah perilaku para pemegang mandate rakyat yang justru bukan mensejahterakan rakyat tapi mempertontonkoan perilaku kriminal yang merugikan orang lain. Ya, dicontohkan dengan perilaku pejabat yang korup yang sudah kehilangan integritas dan nurani.

Suatu saat maslah ini bagaikan bom waktu dan menjelma menjadi masalah yang sangat besar bagi Indonesia. Kesenjangan pembangunan dan pola perilaku yang glamor dan korup dari para pejabat ini bisa akibatkan disintegrasi bangsa. Dimana rakyat di daerah sudah tiidak percaya dengan pemerintahan yang terpusat di jawa, khususnya ibu kota Jakarta.

Namun saya masih percaya, bangsa ini masih punya harpan untuk bangkit dari kondisi stagnasi pembangunan. Bangsa ini masih punya nyali besar untuk menunjukkan kebesarannya dalam konstelasi pembangunan perekonomian global. Mewujudkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang maju dan sejahtera.


Perbaikan sistem pendidikan yang berorientasi pada proses.

Melihat potret permasalahan bangsa diatas, hal pertama yang harus dibenahi adalah sistem pendidikan, dimana sistem pendidikan nasional kita masih menganut sistem pendidikan yang hanya berorientasi pada nilai, seolah tidak menghargai proses. Ini dapat dilihat dari sistem evaluasi  nasional dalam sistem pendidikan nasional kita. Adanya ujian nasional sebagai penentu kelulusan di berbagai jenjang pendidikan dasar dan menengah kita, menjadi bukti sistem pendidikan nasional kita tidak menghargai proses. Sehingga output dari sistem pendidikan nasional seperti itu menghasilkan orang-orang yang ingin mendapatkan hasil dalam waktu singkat tanpa menghargai proses.

Terlepas dari kontroversi kemunculannya, Kurikulum 2013 yang baru memang menawarkan konsep religiusitas yang cukup memberikan sinyal positif untuk membentuk dan menjaga karakter bangsa untuk tetap memegang teguh karakter budaya bangsa dan siap menjadi masyarakat dunia dengan berpegang teguh pada norma agama yang dianut.

Permasalahan disparitas dan pembangunan ekonomi akan dengan sendirinya bisa diatasi ketika pendidikan sebagai corong perubahan bangsa serius dibenahi. Diawali dengan perbaikan sistem pendidikan nasionalnya.



Optmalisasi Bonus Demografi Indonesia dengan Ketaatan pada Norma Agama

Kita pernah mendengar sebuah prediksi para ahli demografis, bahwa kedepan Indonesia akan mengalami bonus demografi, dimana angka usia produktif atau pemuda akan meledak. Artinya kita akan memiliki usia produktif yang begitu melimpah. Fenomena ini bisa menjadi potensi besar, artinya menjadi sebuah keuntungan untuk kemajuan bangsa. Namun, potensi ini bisa berubah menjadi bencana kektika kita tidak mampu memanfaatkan momentum ini.
Seorang pemuda memiliki karakteristik yang sangat menarik, merekalah pribadi – pribadi yang memiliki sifat pantang menyerah dalam berkarya, selalu memiliki ingin rasa ingin tahu yang amat tinggi, mempunyai energi yang kuat dan fisik yang mumpuni. Merekalah tulang punggung harapan bangsa ini.

Sejarah membuktikan pemuda tidak pernah absen dalam perubahan perbaikan sebuah bangsa, mereka adalah pilar kebangkitan sebuah bangsa. Ketika kita sulit untuk berharap kepada generasi tua yang sudah banyak yang korup dan tidak punya integritas. Kita harus terus menjaga karakter bangsa khususnya karakter dan akhlak para pemuda-pemuda Indonesia. Utamanya dengan penetapan sistem pendidikan yang menjaga karakter dan moral bangsa (pemuda).

Apabila para pemuda memiliki basic charracter tentang agama yang kuat, mereka  taat dan patuh akan aturan dan norma agama yang dianut, tentunya pemuda dengan karakter tersebut sudah pasti akan memiliki rasa cinta akan negara nya, dan siap berdedikasi untuk bangsa dan tanah air.

Mereka yakin, mereka akan menjadi penyelamat dari krisis pembangunan bangsa dewasa ini. Karena di pundak mereka semakin berlipat hak-hak rakyat Indonesia yang harus segera ditunaikan. Pemuda Indonesia akan berfikir panjang untuk masa depan bangsanya dan bijak dalam menentukan sikap politik.

Pemuda harus tahu, bahwa amanah yang diembannya begitu besar. Sehingga butuh nurani yang ikhlas dalam melakukan kerja – kerja besar untuk berjuang menjaga kehormatan tanah air. Sungguh para pemuda haruslah bersemangat dalam merealisasika ide dan amal untuk merebut sebuah kejayaan, karena begitu banyak pengharapan dari rakyat Indonesia akan munculnya Indonesia baru yang berkarkater dan berintegritas. Tidak ada pilihan lain untuk para pemuda untuk merebut setiap kesempatan dalam melakukan kerja-kerja besar mewujudkan kejayaan tanah air.

Sehingga benar saja seperti yang dikatakan salah satu tokoh pergerakan di mesir ; “Sesungguhnya, sebuah pemikiran itu akan berhasil diwujudkan manakala kuat rasa keyakinan kepadanya, ikhlas dalam berjuang di jalannya, semakin bersemangat dalam merealisasikannya, dan kesiapan untuk beramal dan berkorban dalam mewujudkannya”.

Bisa dibayangkan ketika pemuda-pemuda Indonesia memiliki ketaatan akan agamanya, kesadaran akan dedikasi membangun bangsa, ikhlash menjalankan amanah tulang punggung negara dan tidak ada kata ragu dalam beramal perjuangkan pembangunan, maka cita-cita Indonesia madani bukan hanya mimpi.

Wallahu 'alam bisshowab..



Dudi Septiadi
*Penulis : Presiden Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia

Mahasiswa Pendidikan Ekonomi FPEB UPI

[1] Nissia Putri Rahayu, IPM Indonesia 2012 ; Makalah Seminar Ekonomi

0 komentar:

Posting Komentar

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube
Powered by Myuza