oleh : Dudi Septiadi
(Ketua Umum BEM MAHAPROPESI 2011)
(Ketua Umum BEM MAHAPROPESI 2011)
Keberhasilan menumbangkan rezim soeharto tampaknya tidak dibarengi oleh kesiapan jangka panjang gerakan mahasiswa. Sejumlah pihak menganggap turunnya Soeharto pada Mei 1998 sebenarnya diluar prediksi semula. Soeharto terlalu cepat turun sementara konsolidasi gerakan mahasiswa sebenarnya masih amburadul.
Artinya, mahasiswa gagal dalam mengisi dan mengawal reformasi. Padahal, daya dobrak Gerakan mahasiswa 1998 yang berhasil menggulingkan rezim Orde Baru merupakan momen penting sebagai starting point dalam rangka menyelamatkan bangsa dalam kondisi sedang sekarat. Pada kenyataan, mahasiswa lengah dan membuang kesempatan emas tersebut.
Memang dari dulu sampai sekarang, mahasiswa adalam kelompok yag paling depan dalam mmprjuangkan rakyat. merekalah kelompok yang paling vokal dalam menyikapi kondisi sosial masyarakat.
Namun gerakan mahasiswa pasca reformasi mengalami krisis identitas. Perbedaan visi yang muncul pada gerakan mahasiswa seringkali mengarah pada persoalan friksi-friksi yang sifatnya teknis. Kenyataan demikian menyebabkan friksi-friksi gerakan mahasiswa kehilangan arah dan bentuk.
Fenomena melempemnya pergerakan mahasiswa pasca reformasi yang seolah kehingan roh, merupakan kesalahan yang harus di atasi. Terdapat beberapa faktor penyebab gerakan mahasiswa pasca reformasi kehilangan vitalitas perjuangan.
Pertama, terjadinya perpecahan intern dalam gerakan mahasiswa. Salah satu penyebab terjadinya problema dalam pergerakan mahasiswa adalah lantaran Perbedaan visi, atau mungkin lebih tepat program dan isu, merupakan salah satu alasannya. Perbedaan tersebut akhirnya memunculkan fenomena unik: mereka bisa saja melakukan aksi bersama, tapi dengan tuntutan yang cukup beragam, bahkan tak jarang bertabrakan. Banyaknya kelompok aksi dalam gerakan mahasiswa sebenarnya bukan sebuah kesalahan. Bahkan mungkin menguntungkan. Sebab, jika hanya ada satu kelompok atau organ saja, kemungkinan untuk dihancurkan pihak birokrat jauh lebih gampang.
Kedua, muncul kelompok mahasiswa oportunis, sehingga posisi mahasiswa dimanfaatkan untuk kepentingan kelompok/individu tertentu. Akhirnya muncullah mahsiswa yang bisa dibayar untukmelakukan aksi. Padahal sebenarnya gerakan mahasiswa harus independen dan harus konsisten dengan gerakan moral. Perihal inilah, membuat lemahnya pergerakan mahasiswa hari ini.
Ketiga, apatisme kebanyakkan mahasiswa akan posisi dan peranya sebagai agent of change (agen perubah), moral force (kekuatan moral) dan iron stock (perangkat keras) suatu bangsa. Mahasiswa sekarang cenderung konsentrasi atau mengutamakan prestasi akdemik.
Masih terlalu banyak mahasiswa yang tidak tahu atau pura-pura tidak tahu atas tanggung jawabnya sebagai penyambung lidah rakyat. Pandangan tersebut, tentunya berimplikasi pada posisi dan peran mahasiswa, sehingga eksistensi mahasiswa di mata masyarakat memudar. Problema ini membuat gerakan mahasiswa kehilangan roh dan mengalami dekadensi eksistensi di tengah masyarakat.
Masih terlalu banyak mahasiswa yang tidak tahu atau pura-pura tidak tahu atas tanggung jawabnya sebagai penyambung lidah rakyat. Pandangan tersebut, tentunya berimplikasi pada posisi dan peran mahasiswa, sehingga eksistensi mahasiswa di mata masyarakat memudar. Problema ini membuat gerakan mahasiswa kehilangan roh dan mengalami dekadensi eksistensi di tengah masyarakat.
Fenomena ini bukan saja terjadi pada lingkup kampus UPI, karena hampir d semua universitas d indonesia, juga mengalami hal yang sama.
Mengevaluasi format pergerakan mahasiswa selama ini, yang cendrung stagnan, vakum dan mengalami fragmentasi. Pekerjaan besar mahasiswa hari ini adalah merekonstruksi soliditas pergerakan, memulai gerakan yang lebih sistematis dengan menepis perbedaan wacana, menghindari perbedaan gerakan, menuju sinergitas bersama. Sekaligus mengawasi dan mempresure siapa pun pemimpin bangsa Indonesia agar merealisasikan enam tuntutan reformasi yang pernah ditawarkan mahasiswa.
Agenda gerakan mahasiswa kedepan adalah ruang gerak mahasiswa harus lebih reaktif dalam menyikapi kondisi sosial masyarakat. Mahasiswa tidak perlu terjebak dalam konstalasi politik nasional sementara ia harus kehilangan jati dirinya sebagai mahasiswa. Perjuangan kedepan adalah bagaimana membangun kekuatan sosial masyarakat dengan melakukan kerja bareng bersama-sama rakyat. Hal ini mengingat bahwa salah satu hal yang menyebabkan terpecahnya konsolidasi gerakan mahasiswa adalah terjebak dalam arus politik nasional yang sebenarnya jauh dari kegiatan mahasiswa. Untuk itu salah satu perekat dari keberlanjutan gerakan mahasiswa adalah membangun kekuatan bersama-sama rakyat.
Walaupun demikian, gerakan mahasiswa tidak boleh berhenti, sebelum perubahan masyarakat seperti yang dicita-citakan terwujud. Generasi boleh berganti, tapi semangat, cita-cita dan idealisme gerakan tidak boleh redup.
Hidup Mahasiswa..!!..Hidup Mahasiswa..!!
Hidup Mahasiswa..!!..Hidup Mahasiswa..!!
sumber : ridwansyahyusufachmad.com
0 komentar:
Posting Komentar