*oleh : @dudi_economic
Jika
kita terbangun di pagi hari, ingin rasanya melihat negeri indonesia sudah dalam
keadaan yang maju, makmur dan sejahtera. Petani bisa menikmati hasil
garapannya, buruh bisa sejahtera dengan keringat nya, nelayan bahagia dengan
hasil tangkapannya, anak-anak bisa bersekolah tinggi menggapai cita-citanya.
Mengikuti apa yang kata guru SD-nya katakana kepada si anak ; “Anak-anak, gantunglah
cita-citamu setinggi langit..”, Namun kenyataan dilapangan tidak lah demikian.
Guru
SD saya pernah mengatakan : “Negara Indonesia sebenarnya adalah negara yang
kaya-raya, sumber daya alam nya melimpah ruah. Hanya saja kita tidak memiliki
Sumber Daya Manusia yang tidak memadai, sehingga kita tidak bisa mengurusi
sumber daya alam kita!”.
Dan
beberapa bulan yang lalu ketika saya sedang ada kelas mata kuliah Ekonomi
Sumber Daya, dosen saya berbicara tentang kondisi bangsa Indonesia.
Perkataannya kurang lebih sama. Persis dengan apa yang dikatakan guru SD saya,
“Negara Indonesia sebenarnya adalah negara yang kaya-raya, sumber daya alam nya
melimpah ruah. Hanya saja kita tidak memiliki Sumber Daya Manusia yang tidak
memadai, sehingga kita tidak bisa mengurusi sumber daya alam kita!”
Gila..!
Kemana aja kita? 10 tahun lebih masalah Indonesia sama, kita melewatkan waktu
begitu saja tanpa ada perubahan dan perkembangan pembangunan yang berarti.
Bahkan besar kemungkinan kita dalam keadaan yang merugi, dimana hari ini sama
dengan hari kemarin atau bahkan lebih buruk lagi, celaka.
Potret
Pembangunan Manusia Indonesia
Masalah
besar bangsa ini memang sangat pelik, yang kita soroti adalah permasalahan stagnasi pembangunan, dimana
perkembangan pembangunan Indonesia masih di situ-situ saja.
Kalau
kita menilik dari angka Human’s
Development Indeks (HDI) Indonesia saja, indonesia dibanding dengan
negara-negara lain masih sangat rendah.
Pada
tahun 2011 Indonesia menempati urutan ke 124 dari 187 negara yang disurvei,
dengan skor 0,617. Peringkat ini turun dari peringkat 108 pada tahun 2010. Di
kawasan ASEAN, Indonesia hanya unggul dari Vietnam yang memiliki nilai IPM
0,593, Laos dengan nilai IPM 0,524, Kamboja dengan nilai IPM 0,523, dan Myanmar
dengan nilai IPM 0,483. Indonesia juga masih jauh dari Singapura dengan nilai
0,866. Kemudian disusul Brunei dengan nilai IPM 0,838, disusul Malaysia
(0,761), Thailand (0,682,) dan Filipina (0,644).
Fenomena
Disparitas (Kesenjangan) Pembangunan Indonesia
Selain
indeks pembangunan manusia nya, stagnasi pembangunan di Indonesia tentunya bisa
kita lihat dari angka disparitas (kesenjangan) pembangunan di indonesia. Disparitas
pembangunan antar wilayah masih merupakan masalah yang dihadapi bangsa
Indonesia. Indikator masih tingginya kesenjangan antar daerah dicerminkan ke
dalam empat masalah yaitu :
- Disparitas penyebaran penduduk dan ketenagakerjaan, Kita masih melihat fenomena di
Indonesia peta persebaran penduduk masih hanya terpusat di pulau jawa, dengan
jawa barat sebagai propinsi terpadat se-indonesia. begitu pula permasalahan
ketanaga kerjaan,
- Disparitas tingkat kesejahteraan sosial ekonomi, dengan masih
rendahnya peningkatan akses pendidikan, melek huruf, dan partisipasi sekolah
yang terlihat dari rendahnya Indeks Pembangunan Manusia di seluruh wilayah
Indonesia.
- Disparitas pertumbuhan ekonomi antar daerah, Bagaiman perekonomian hanya menggeliat
di kota-kota besar. Suplay dana dari pemerintah yang hanya prioritaskan kepada
kota besar akibatkan perekonomian daerah lemah. Sehingga investor pun tidak
berminat tanamkan modalnya di daerah.
- Disparitas prasarana antar daerah yang sangat tinggi. Kita sudah mafhum
tentunya fasilitas sarana dan pra sarana yang ada di Indonesia masih terjadi
ketimpangan antar daerah. Fasilitas yang ada di kota-kota besar perbedaan nya
sangat jauh dengan fasilitas yang ada daerah atau kota-kota di luar pulau jawa.
Ini adalah ketidakadilan bagi rakyat Indonesia yang hidup jauh dari pusaran
kekuasaan
Masalah
disparitas ini tidak bisa dijadikan masalah yang sepele, masyarakat yang jauh dengan pusaran uang dan pembangunan,
dimana mereka melihat perilaku manusia – manusia yang sangat dekat dengan
pusaran kekuasaan dan uang begitu berfoya-foya dan mempercontohkan pola
kehidupan yang glamor atau yang lebih
mengerikkan adalah perilaku para pemegang mandate rakyat yang justru bukan
mensejahterakan rakyat tapi mempertontonkoan perilaku kriminal yang merugikan
orang lain. Ya, dicontohkan dengan perilaku pejabat yang korup yang sudah
kehilangan integritas dan nurani.
Suatu saat
maslah ini bagaikan bom waktu dan menjelma menjadi masalah yang sangat besar
bagi Indonesia. Kesenjangan pembangunan dan pola perilaku yang glamor dan korup
dari para pejabat ini bisa akibatkan disintegrasi bangsa. Dimana rakyat di
daerah sudah tiidak percaya dengan pemerintahan yang terpusat di jawa,
khususnya ibu kota Jakarta.
Namun
saya masih percaya, bangsa ini masih punya harpan untuk bangkit dari kondisi
stagnasi pembangunan. Bangsa ini masih punya nyali besar untuk menunjukkan
kebesarannya dalam konstelasi pembangunan perekonomian global. Mewujudkan
bangsa Indonesia menjadi bangsa yang maju dan sejahtera.
Perbaikan
sistem pendidikan yang berorientasi pada proses.
Melihat
potret permasalahan bangsa diatas, hal pertama yang harus dibenahi adalah
sistem pendidikan, dimana sistem pendidikan nasional kita masih menganut sistem
pendidikan yang hanya berorientasi pada nilai, seolah tidak menghargai proses.
Ini dapat dilihat dari sistem evaluasi
nasional dalam sistem pendidikan nasional kita. Adanya ujian nasional
sebagai penentu kelulusan di berbagai jenjang pendidikan dasar dan menengah
kita, menjadi bukti sistem pendidikan nasional kita tidak menghargai proses.
Sehingga output dari sistem pendidikan nasional seperti itu menghasilkan
orang-orang yang ingin mendapatkan hasil dalam waktu singkat tanpa menghargai
proses.
Terlepas
dari kontroversi kemunculannya, Kurikulum 2013 yang baru memang menawarkan
konsep religiusitas yang cukup memberikan sinyal positif untuk membentuk dan
menjaga karakter bangsa untuk tetap memegang teguh karakter budaya bangsa dan
siap menjadi masyarakat dunia dengan berpegang teguh pada norma agama yang
dianut.
Permasalahan
disparitas dan pembangunan ekonomi akan dengan sendirinya bisa diatasi ketika
pendidikan sebagai corong perubahan bangsa serius dibenahi. Diawali dengan
perbaikan sistem pendidikan nasionalnya.
Optmalisasi
Bonus Demografi Indonesia dengan Ketaatan pada Norma Agama
Kita pernah mendengar sebuah prediksi para ahli demografis,
bahwa kedepan Indonesia akan mengalami bonus demografi, dimana angka usia
produktif atau pemuda akan meledak. Artinya kita akan memiliki usia produktif
yang begitu melimpah. Fenomena ini bisa menjadi potensi besar, artinya menjadi
sebuah keuntungan untuk kemajuan bangsa. Namun, potensi ini bisa berubah
menjadi bencana kektika kita tidak mampu memanfaatkan momentum ini.
Seorang
pemuda memiliki karakteristik yang sangat menarik, merekalah pribadi – pribadi
yang memiliki sifat pantang menyerah dalam berkarya, selalu memiliki ingin rasa
ingin tahu yang amat tinggi, mempunyai energi yang kuat dan fisik yang mumpuni.
Merekalah tulang punggung harapan bangsa ini.
Sejarah
membuktikan pemuda tidak pernah absen dalam perubahan perbaikan sebuah bangsa, mereka
adalah pilar kebangkitan sebuah bangsa. Ketika kita sulit untuk berharap kepada
generasi tua yang sudah banyak yang korup dan tidak punya integritas. Kita
harus terus menjaga karakter bangsa khususnya karakter dan akhlak para
pemuda-pemuda Indonesia. Utamanya dengan penetapan sistem pendidikan yang
menjaga karakter dan moral bangsa (pemuda).
Apabila
para pemuda memiliki basic charracter
tentang agama yang kuat, mereka taat dan
patuh akan aturan dan norma agama yang dianut, tentunya pemuda dengan karakter
tersebut sudah pasti akan memiliki rasa cinta akan negara nya, dan siap
berdedikasi untuk bangsa dan tanah air.
Mereka
yakin, mereka akan menjadi penyelamat dari krisis pembangunan bangsa dewasa
ini. Karena di pundak mereka semakin berlipat hak-hak rakyat Indonesia yang
harus segera ditunaikan. Pemuda Indonesia akan berfikir panjang untuk masa
depan bangsanya dan bijak dalam menentukan sikap politik.
Pemuda
harus tahu, bahwa amanah yang diembannya begitu besar. Sehingga butuh nurani
yang ikhlas dalam melakukan kerja – kerja besar untuk berjuang menjaga
kehormatan tanah air. Sungguh para pemuda haruslah bersemangat dalam
merealisasika ide dan amal untuk merebut sebuah kejayaan, karena begitu banyak
pengharapan dari rakyat Indonesia akan munculnya Indonesia baru yang
berkarkater dan berintegritas. Tidak ada pilihan lain untuk para pemuda untuk
merebut setiap kesempatan dalam melakukan kerja-kerja besar mewujudkan kejayaan
tanah air.
Sehingga
benar saja seperti yang dikatakan salah satu tokoh pergerakan di mesir ; “Sesungguhnya,
sebuah pemikiran itu akan berhasil diwujudkan manakala kuat rasa keyakinan
kepadanya, ikhlas dalam berjuang di jalannya, semakin bersemangat dalam
merealisasikannya, dan kesiapan untuk beramal dan berkorban dalam
mewujudkannya”.
Bisa
dibayangkan ketika pemuda-pemuda Indonesia memiliki ketaatan akan agamanya,
kesadaran akan dedikasi membangun bangsa, ikhlash menjalankan amanah tulang
punggung negara dan tidak ada kata ragu dalam beramal perjuangkan pembangunan,
maka cita-cita Indonesia madani bukan hanya mimpi.
Wallahu 'alam bisshowab..
|
Dudi Septiadi
|
*Penulis : Presiden Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia
|
|
Mahasiswa Pendidikan Ekonomi FPEB UPI
|