www.rimanews.com |
“Komersialisasi Hingga Korupsi di Kampus Pendidikan, Luka Lama Terbuka Kembali”
Selama ini mungkin
kita merasa Universitas Pendidikan Indonesia, merupakan kampus yang cukup
tenteram tanpa ancaman. Seolah semua lancar, aman dan terkendali. Mahasiswa
seperti biasa sibuk dalam aktifitas akademik dan kemahasiswaan. Dosen dan
karyawan bekerja menunaikan tugasnya sebagaimana normalnya. Ada nuansa
apresiasi, penghargaan dan prestasi yang cukup meningkat dari civitas akademika
UPI. Namun, pada kenyataannya itu semua hanyalah merupakan salah satu sisi
cerminan positif kampus kita, di sisi lain ada masalah besar yang tak diketahui
– atau terkesan ditutupi? – .
Nuansa tenteram selama
ini seakan terusik, ketika secara cukup mengejutkan salah satu media massa
nasional melalui situs online-nya merilis sebuah berita tak sedap tentang
Universitas Pendidikan Indonesia. Berita dengan gagahnya memakai judul “Diduga Korupsi Rektor UPI
dilaporkan ke Inspektorat Kemendikbud”. Dalam berita tersebut, dugaan korupsi dilaporkan atas
prakarsa salah satu dosen Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Didin
Saripudin. Didin yang juga mengaku sebagai koordinator Gerakan Penyelamatan
UPI, menyatakan menyoroti beberapa hal yang memiliki indikasi kuat terdapat
penyelewengan. Dari mulai pengalihan fungsi Isola Resort Training Center dan Dormitory, sampai tidak
jelasnya anggaran bagi perjalanan petinggi kampus ke luar negeri yang mencapai
angka 28 Milyar.
Pelaporan yang
dilakukan oleh salah satu dosen tersebut, membuat luka lama universitas kembali
terbuka. Kenapa dikatakan luka lama? Karena sebenarnya permasalahan
pengalihan fungsi aset merupakan isu lama yang juga sudah sejak lama dikritisi
oleh mahasiswa. Perlu diketahui bahwa dalam site plan universitas, pembangunan Isola Resort
saat ini pada awalnya ditujukan sebagai training center untuk mahasiswa, namun
yang menjadi pertanyaan besar adalah kemudian seiring berjalannya waktu, Isola
Resort ini dialihfungsikan menjadi hotel. Tidak hanya itu, dormitory yang pada awalnya
diperuntukan sebagai asrama bagi mahasiswa, dialihfungsikan menjadi penginapan
yang dapat disewakan -hotel-.
Komersialisasi dan Korupsi?
Adanya
pengalihfungsian aset merupakan salah satu indikasi kuat, adanya aroma
komersialisasi di kampus universitas pendidikan indonesia ini. Tidak hanya
Isola Resort dan Dormitory, masih cukup banyak aset-aset Universitas lain yang
dikomersialisasikan sebagai pundi-pundi pemasukan Universitas. Kita sebut yang
paling mencolok adalah penggunaan Masjid Al-Furqon atau Islamic Tutorial Center sebagai salah satu tempat “favorit” masyarakat dalam menyelenggarakan resepsi
pernikahan. Lucunya, kegiatan-kegiatan resepsi pernikahan ini menjadikan setiap
aktifitas kemahasiswaan bahkan akdemik-Tutorial MKDU PAI- yang menjadi kegiatan
pembelajaran yang seharusnya diutamakan universitas, justru di nomor duakan
jika dilakukan dalam waktu yang bersamaan.
Itu rentetan kebijakan
universitas yang terkesan mengkomersialisasikan aset-aset universitas. Selain
itu, Salah satu isu yang pernah menjadi perhatian besar mahasiswa UPI, ialah
terkait dengan isu parkir berbayar yang sempat booming di tahun 2011. Hingga pada tahun
2011, cukup banyak massa aksi yang menuntut agar kebijakan parkir berbayar
dicabut. Walaupun kemudian, kebijakan parkir berbayar ini sampai saat ini
hanyalah ditunda pelaksanaannya. Surat Keputusan Rektor yang menjadi dasar dari
kebijakan parkir berbayar ini, sampai saat ini masih belum dicabut, mungkin
tinggal menunggu ‘tanggal main’ kapan parkir berbayar ini kembali muncul di
permukaaan.
Dari mulai aset-aset
universitas hingga parkir, dijadikan oleh pihak Universitas sebagai pundi-pundi
pemasukan untuk komersialisasi. Yang jadi pertanyaan, kemanakah dana-dana basah
tersebut tersalurkan? Apakah tidak cukup biaya masuk yang semakin lama semakin
tinggi bagi UPI? Dari masa ke masa, mahasiswa selalu melakukan kritik serta
penyikapan terhadap kasus-kasus semacam ini. Namun, Universitas bergeming, tak
pernah sekalipun ramah untuk diajak duduk bersama terbuka kepada
mahasiswa. Maka kemudian, menjadi sebuah hal yang wajar ketika civitas
akademika UPI yang melek terhadap permasalahan ini bertanya-tanya, apa maksud
dari sikap universitas tersebut, hingga menimbulkan kecurigaan-kecurigaan bahwa
ada pihak yang menyelewengkan atau kita katakan langsung, korupsi?
Transparansi dan Keterlibatan Mahasiswa sebagai solusi
Mahasiswa, sebagai
populasi terbesar di kampus pendidikan ini sudah lelah, terus menerus dijadikan
kelinci percobaan, bahkan sapi perah bagi universitas dalam setiap kebijakan yang
dikeluarkannya. Anggapan mahasiswa HANYA sebagai objek kebijakan adalah
filosofi orde baru yang terus dihidupkan di dalam kampus, sehingga sudah
menjadi hal yang patut kita kritisi. Hingga kemudian, setiap kebijakan haruslah
melibatkan mahasiswa sebagai stake holder terbesar di universitas. Karena
mahasiswalah pihak terbesar yang paling merasakan dari setiap kebijakan itu
sendiri.
Selain itu,
keterbukaan atau transparansi dalam setiap sisi kebijakan merupakan harga mati
yang harus mahasiswa tuntut dari universitas. Malah adanya ketertutupan
universitas inilah yang menjadi pemicu, bagi munculnya kecurigaan serta
kesempatan sebagian pihak untuk menyelewengkannya.
Maka sudah menjadi
kewajaran ketika ada beberapa oknum yang merasa resah mungkin sudah dalam waktu
yang lama akhirnya melaporkan semua kecurigaan akan adanya indikasi-indikasi
penyalahgunaan wewenang yang dilakukan universitas hingga menimbulkan dugaan
korupsi. Karena memang selama ini mahasiswa pun merasa univerasitas terkesan
tertutup dan tidak transparan untuk berbagai kebijakan.
Sikap BEM REMA UPI
dalam hal ini mendukung inspektorat sebagai unit kerja dibawah kemendikbud
untuk memproses seadil mungkin, siapapun yang terlibat dalam kasus korupsi,
maka harus diadili se adil mungkin.
Kita harus menghormati
proses audit yang dilakukan inspektorat, kalau pihak universitas terbukti
bersalah, sudah harus dilimpahkan ke proses hukum. Apalagi nominal uang yang
disebut-sebut dalam kasus ini terbilang besar.
Kemudian mendorong
universitas untuk lebih transparan untuk setiap kebijakan, khususnya kepada
mahasiswa yang sudah dikatakan diawal sebagai stake holder terbesar universitas.
Pusat Kajian Kebijakan dalam Kampus
Kementerian Dalam Negeri
BEM REMA UPI 2013